Monday, February 25, 2008

cerita tuk-tuk

Walau hampir setahun tinggal di Bangkok tapi saya belum pernah merasakan naik tuk-tuk, sejenis bajaj kalau di Indonesia tapi dalam bentuk lebih terbuka. Karena penasaran hari Sabtu kemarin pulang dari threesome dating ( baca: jalan jalan bertiga ) dengan Stefan dan Leonz maka dengan alasan ' it's for Leonz' saya keukeuh untuk mencoba naik tuk-tuk pulang ke rumah.

Lumayan lama menunggu, akhirnya kita dapat satu tuk-tuk kosong. Pak supir yang bertatto menggangguk angguk setuju dengan harga yang kita tawarkan. Huuppp... naik tuk-tuk istimewa pak supir bertatto duduk di muka..... ( dibaca dengan irama "naik delman istimewa kududuk di muka .. hahaha garingk! ).

Tukk kutuukkkk kutukkk kutukk kutukkkkkkkk tukkkkk tukkkkkk........ suara mesin tuk-tuk berbunyi.

Leonz tampak sangat gembira dan melompat lompat kegirangan dalam tuk-tuk. Stefan terseyum bahagia melihat Leonz, iya.. kita orang tua pasti senang melihat anaknya bahagia. Sedangkan saya tersenyum sendiri." Hurayyy, akhirnya saya merasakan naik tuk-tuk!", sorak senang sesaat dalam hati, tapi kemudian.......

Dua menit pertama berlalu, tuk-tuk kami berhenti di lampu merah pertama
Leonz : mulai duduk anteng karena kepanasan
Stefan : " uhg,... it's hot! Can u imagine without aircon di Bangkok?!"
Saya : "yeah.. it's really hot!! musti mandi nih begitu nyampe rumah".

Lima menit berikutnya, tukk kutuukkkk kutukkk kutukk kutukkkkkkkk full speed dan cietttttttttttttt... tuk-tuk dengan sukses-nya berhenti tepat 5 centimeter dari volvo tua di depan
Leonz : tambah anteng entah karena kepanasan atau deg-deg-an
Saya : " hmmmm.... kok ngebut gini ya honey? safe nggak sih pake tuk-tuk?"
Stefan: " why? It's no accident, anyway. It's happen often during the night when the driver were half drunk already".

Lima menit berikutnya di terjebak sedikit macet di lampu merah ke tiga, si tuk tuk mulai menjalankan aksi zig zag ala angkot di Bandung. Sorong ke kiri..... ciettttttttt rem ngedadak, coba lagi dari kanan.. ciettttttttt ngerem lagi
Leonz : tampak sedikit grogi pegangan erat mommy daddy-nya
Stefan : " we do not have to use tuk-tuk every weekend honey.. right?!"
Saya : skj (senam jantung dan ketakutan ) serta babaca-an.

Empat menit kemudian setelah dengan percaya diri-nya tuk-tuk menyalip dan tiga kali ngepot di depan bus gede serta menyebrangi rel kereta api dengan kecepatan tinggi... akhirnya kita sampai di hotel... hhhhhmmm.... semuanya lega!
Leonz : nggak jelas ekspresi-nya tapi pipi-nya merah kepanasan
Stefan : "Kapunkap...!" ke bapak supir pembalap yang bertatto
Saya : bayar tuk tuk dengan uang recehan pecahan terkecil, bilang terima kasih... dan berjanji dalam hati nggak akan naik tuk-tuk lagi kalau tidak terpaksa.













1 comment:

Anonymous said...

So, never "tuk tuk moment" again ??? Hihihihi.....